Sunday 19 June 2016

Prosa untuk Mawar

Mawar...
Dalam dingin malam angin berhembus
Mengalir lembut diantara celah-celah rindu
Berbisik syahdu menentang pilu

Mawar...
Bersualah dengan rembulan
Bercengkerama bersama bintang
Karena padanya kutitipkan rasa

Mawar...
Jika nanti malam tak lagi sunyi
Biarkanlah jangkrik-jangkrik bernyanyi
Sebagai pengantar menuju mimpi

Kitto Mata Itsuka - Suatu Hari Nanti

Depapepe merupakan grup musik berasal dari Jepang yang kedua personelnya memainkan gitar akustik. Nama Depapepe sendiri berasal dari gabungan kedua nama pendek dari kedua personelnya. Yakni dengan menggabungkan kata overbite (artinya tonggos dalam bahasa Indonesia) dalam bahasa Jepang adalah Deppa, dan nama dari band Tokuoka sebelumnya yaitu Derupepe.

Saya mengenal Depapepe dari seorang teman, menarik memang ketika kita mendengarkan sebuah musik instrumental (tanpa lirik) karena kita bisa suka dengan lagu itu tanpa harus kita tahu arti didalamnya. Ada satu lagu Depapepe yang saya suka; Kitto Mata Itsuka (2006), ritmenya tidak terlalu cepat tapi tidak juga terlalu pelan dan sangat enak didengar kapanpun dalam suasana apapun. 

Berangkat dari melodinya yang indah, saya jadi penasaran sebenarnya 'Kitto Mata Itsuka' itu bercerita tentang apa sih? Dan lagi-lagi mbah google membantu saya menemukan jawabannya. Dari link ini akhirnya saya tahu kalau 'Kitto Mata Itsuka' itu jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah 'Suatu Hari Nanti'.  Lagu ini mengisahkan tentang persahabatan dan kasih sayang. Dilihat dari liriknya, tokoh dalam lagu ini sangat menghargai persahabatannya, dia tidak ingin persahabatan itu selesai. Lagu ini juga dinyanyikan oleh grup asal Thailand bernama Singular yang featuring juga dengan Depapepenya. Seperti di video ini.


Ga ngerti kan? Tapi enak kan lagunya? Hehe..
Jangan khawatir, buat yang ga ngerti itu lirik artinya apa, ada yang sudah ditranslate ke dalam Bahasa Indonesia, dan hasilnya seperti ini :

---

Apakah itu salah satu kebetulan hidup,
atau takdir yang mentakdirkan bagimu untuk berada di sisiku.
Aku tidak tahu kapan jalan kita akan berakhir,
atau bagaimana hal-hal akan berubah.
Yang penting adalah sekarang.

Aku menghargai semua yang kita miliki.
Aku akan membuat sebagian besar waktu, kita habiskan bersama.
Sehingga sama-berharga di hatiku.
Ketika kamu dan aku harus pergi,
Karena aku tidak tahu kapan kita akan bersama atau terpisah.

Kita, memiliki kenangan yang indah untuk hari ketika kita merasa kesepian.
Kita, punya mimpi manis cerita kita pada malam ketika kita merasa sedih.

Demi esok, jika kita tidak bertemu kembali,
Nikmati saat-saat di hari-hari bahagia.
Kata-kata dan iringan yang berasal dari perasaan,
meskipun tidak pernah banyak, bagiku itu tidak masalah.

Demi masa depan, jika kita tidak bertemu lagi,
Biarkan hal-hal bersinar melalui lirik yang disusun hati kita.
Sehingga jika setiap hari kita harus terpisah,
Kita akan melihat satu sama lain sekali lagi,


---

Artikel ini untuk kamu yang pernah kuberitahu lagu ini dan belum sempat kujelaskan apa artinya. Kamu suka lirik yang mana? Kalau aku suka yang ini :

Kita, memiliki kenangan yang indah untuk hari ketika kita merasa kesepian.
Kita, punya mimpi manis cerita kita pada malam ketika kita merasa sedih.

Saturday 18 June 2016

Mozaik

Pagi ini inspirasi abu-abu, tak jelas. Maksud hati ingin posting tulisan sendiri, apa daya otak tak sampai. Akhirnya daripada ga posting sama sekali, browsinglah. Dan aku menemukan sebuah karya dari kawan lama. Karyanya juga sudah lama, karena sepertinya akhir-akhir ini dia sudah tidak posting lagi, atau dia lupa password akunnya sendiri. :D

Mozaik, begitu ia memberikan judul terhadap tulisannya. Sebuah prosa singkat yang bercerita tentang rahasia Tuhan. Cekidot...

Kamu tahu, mungkin Tuhan adalah sebuah rahasia besar. Ia terkadang memberikan petunjuk demi petunjuk melalui firasat dan ketidakbiasaan. Kita mengumpulkan mozaik demi mozaik dan mengambil kesimpulan. Terkadang berbeda, terkadang sepakat. Tapi Tuhan tetaplah menjadi rahasia. Kamu tahu, Ia sedang mengajak kita bermain tebak-tebakan.

Mozaik Tuhan itu, kadang hadir dalam wujud seseorang. Dan mozaik yang tak terbantahkan dan tak terhindarkan adalah kamu. Semua tentang kamu adalah rahasia besar yang menggantung di ubun-ubun. Ah, tidak. Bahkan mungkin setiap pertemuan adalah (memang) rahasia yang paling mendasar. Setiap pertemuan mengajak kita bermain tebak-tebakan.

Aku dulu pernah bilang, setiap perpisahan akan selalu memikul satu pertemuan lain. Dan kenapa yang kutemukan adalah kamu, itu juga rahasia Tuhan. Dan Tuhan sendiri adalah rahasia. Jadi rahasia memberi kita rahasia supaya tetap menjadi rahasia. Ini membingungkan. Maksudku, benarkah Tuhan mempertemukan kita untuk sekedar menjadi rahasia saja?


Benarkah Tuhan mempertemukan kita untuk sekedar menjadi rahasia saja? :)

Diujung Pelangi

Gemerisik angin bernyanyi diantara dedauan dan menghempas embun pagi. Dingin. Dari teras rumah kutatap mentari yang mengintip di balik mega. Jingga yang indah. Dari dapur terdengar suara sendok yg memukul dinding-dinding cangkir, melarutkan pahitnya serbuk kopi dan manisnya gula.

"Di pagi sedingin ini enaknya minum secangkir kopi yang hangat." ujar paman sembari membawa dua cangkir kopi.

"Terima kasih paman."

"Apa yang sedang kau pikirkan nak?"

"Pelangi. Aku sudah lama tak melihat pelangi paman."

"Paman heran. Kenapa kau harus menanti pelangi yang datang begitu singkat?" tanya paman dengan seruput kopi pertamanya.

"Karena dia indah. Walau aku tak pernah tau kapan dia akan datang, dan berapa lama aku bisa menatapnya."

"Hidupmu terlalu singkat jika kau hanya duduk menanti pelangi yang bahkan ia tak pernah tahu bahwa kau menantikannya."

"Aku tahu paman. Aku tak menantikannya, aku hanya merindukannya."

Embun pagi mulai menguap terhempas riuh angin dan hangatnya mentari. Kopiku dingin tak tersentuh. Sejenak aku teringat sekantung bibit mawar yang diberikan oleh lelaki paruh baya yang kutemui di kebun mawar.

"Paman, sulitkah menanam biji mawar ini?"

"Tentu tidak. Kau hanya perlu menanamnya di tanah, disiram setiap hari, dan diberi pupuk."

"Lalu berapa lama mereka tumbuh?"

"Jangan bertanya berapa lama akan tumbuh, tapi pikirkanlah bagaimana mawar itu akan tumbuh nanti. Apa kau sanggup menyiraminya setiap hari? Apa kau sanggup menyiangi rumput-rumput liar disekitarnya? Dan apa kau siap tergores duri saat kau membersihkan daun dan ranting-ranting yang kering?"

Kusimpan kembali bibit mawar itu, lalu kuteguk kopiku yang sudah dingin. Pelangi memang tak datang pagi ini, tapi aku percaya ia akan datang suatu saat nanti. Dan untukmu pelangi, aku masih disini. Menunggumu datang untuk bercengkerama, berbicara tentang waktu yang terlewatkan. Aku menunggumu, diujung pelangi.



Jika kau tak dapat melihat pelangi, setidaknya kau bisa melihat awan yang akan selalu ada meski kau tak pernah merindukannya.

Wednesday 15 June 2016

Studi Kasus : Siapa yang Anda Pilih?

Mungkin bagi Anda studi kasus di bawah ini tidaklah penting, begitupun menurut saya pada awalnya. Tapi ketika saya membaca postingan ini di sumber aslinya, saya menjadi sadar betapa egoisnya saya. Silahkan bagi Anda yang mempunyai waktu luang, baca studi kasus di bawah, lalu tulis jawaban Anda di kolom komentar.

Anda sedang mengendarai motor ditengah malam gelap gulita dan hujan lebat di sebuah daerah yang penduduknya sedang diungsikan semuanya karena bencana banjir. Pemerintah setempat hanya bisa memberikan bantuan 1 buah bis yang saat ini juga sedang mengangkut orang-orang ke kota terdekat. Saat itu juga anda melewati sebuah perhentian Bis satu-satunya didaerah itu. Di perhentian Bis itu Anda melihat 3 orang yang merupakan orang terakhir di daerah itu yang sedang menunggu kedatangan Bis :
- Seorang nenek tua yang sekarat,
- Seorang dokter yang pernah menyelamatkan hidup Anda sebelumnya,
- Seseorang yang selama ini menjadi idaman hati Anda dan akhirnya Anda temukan.

Anda hanya bisa mengajak satu orang untuk dibonceng Anda, siapakah yang akan Anda ajak ? Dan jelaskan jawaban Anda mengapa Anda melakukan itu. Sebelum Anda menjawab, ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan:

* Seharusnya Anda menolong nenek tua itu dulu karena dia sudah sekarat. Jika tidak segera ditolong akan meninggal. Namun, kalo dipikir-pikir, orang yang sudah tua memang sudah mendekati ajalnya. Sedangkan yang lainnya masih sangat muda dan harapan hidup kedepannya masih panjang.

* Dokter itu pernah menyelamatkan hidup Anda. Inilah saat yang tepat untuk membalas budi kepadanya... Tapi kalo dipikir, kalo sekedar membalas budi bisa lain waktu khan.... Namun, kita tidak akan pernah tahu kapan kita mendapatkan kesempatan itu lagi.

* Mendapatkan idaman hati adalah hal yang sangat langka.. Jika kali ini Anda lewatkan, mungkin Anda tidak akan pernah ketemu dia lagi. Dan impian Anda akan kandas selamanya.

Diam Membuat Kita Mati - Filosofi Ikan Hiu dan Salmon

Hiu vs Salmon
Untuk masakan Jepang, kita tahu bahwa ikan salmon akan lebih enak untuk dinikmati jika ikan tersebut masih dalam keadaan hidup saat hendak diolah untuk disajikan. Jauh lebih nikmat dibandingkan dengan ikan salmon yang sudah diawetkan dengan es..

Itu sebabnya para nelayan selalu memasukkan salmon tangkapannya ke suatu kolam buatan agar dalam perjalanan menuju daratan salmon-salmon tersebut tetap hidup.
Meski demikian pada kenyataannya banyak salmon yang mati di kolam buatan tersebut..

Bagaimana cara mereka menyiasatinya..??
Para nelayan itu memasukkan seekor hiu kecil dikolam tersebut.. Ajaib..!!
Hiu kecil tersebut 'memaksa' salmon-salmon itu terus bergerak agar jangan sampai dimangsa..
Akibatnya jumlah salmon yang mati justru menjadi sangat sedikit..!!

Diam membuat kita mati..!

Bergerak membuat kita hidup...!!


Apa yang membuat kita diam??
Saat tidak ada masalah dalam hidup dan saat kita berada dalam zona nyaman..
Situasi seperti ini kerap membuat kita terlena..
Begitu terlenanya sehingga kita tidak sadar bahwa kita telah mati..!!
Ironis, bukan..??

Apa yang membuat kita bergerak..??
Masalah.. Tekanan Hidup.. dan Tekanan Kerja..
Saat masalah datang secara otomatis naluri kita membuat kita bergerak aktif dan berusaha mengatasi semua pergumulan hidup itu..
Tidak hanya itu, kita menjadi kreatif, dan potensi diri kitapun menjadi berkembang luar biasa..
Ingatlah bahwa kita akan bisa belajar banyak dalam hidup ini bukan pada saat keadaan nyaman, tapi justru pada saat kita menghadapi badai hidup..

Itu sebabnya syukurilah 'hiu kecil' yg terus memaksa kita untuk bergerak dan tetap survive..

Masalah hidup adalah baik, karena itulah yang membuat kita terus bergerak. Hiu-hiu kecil itu bisa diumpamakan siapa dan apa saja dalam hidup kita...

Jangan jatuh walaupun kita dijatuhkan oleh orang lain. Justru efeknya bisa membuat kita bangkit menjadi luar biasa...

sumber : http://www.kisahinspiratif.info/ka/02.php


Bergeraklah, karena kita hidup di bumi yang terus berputar - Mangubay

Selingan Malam

Percakapan suami-istri di suatu pagi dalam keadaan buru-buru karena udah kesiangan untuk berangkat ke kantor

Mama: Pa, kok buru-buru sih?

Papa: iya ditunggu meeting di kantor

Mama: korannya gak dibaca dulu?

Papa: gak usahlah, di kantor juga ada

Mama: apa gak sarapan dulu?

Papa: nanti di kantor juga ada

Mama: kopinya gak diminum?

Papa: gak usahlaaah, di kantor juga ada

Mama: gak cium Mama dulu niih?

Papa: gak usahlah, di kantor juga ad…da… (uuppsss…)

Mama: Golok Mana GoloK

Monday 13 June 2016

Duri Sekuntum Mawar

Waktu menunjukkan pukul 04.30 pagi ketika paman membangunkanku hari itu.
"Raka, bangun nak. Lekaslah ambil air wudhu, kita shalat berjamaah d mesjid."
"Ia paman", sahutku dengan mata setengah terkantuk.
Aku dan paman berjalan menuju sebuah mesjid yang ada di desa ini, aku terkejut ternyata banyak perubahan yang terjadi disini selama kutinggal kuliah empat tahun lebih. Sawah yang dulu terbentang luas, sedikit demi sedikit berubah menjadi dinding-dinding bata yang megah. Hanya beberapa petak tanah saja yang masih berupa sawah dan kebun, ya kebun.
"Paman, dimanakah sawah-sawah tempatku bermain dulu?" tanyaku iseng.
"Seperti yang kamu lihat, semua sudah berubah." jawab paman singkat.
"Lalu dimana anak-anak bermain sekarang? Di balik dinding-dinding bata itukah? Apa serunya main disana?"
"Jangan salah, desa ini masih memiliki sehamparan tanah yang masih berupa kebun, kebun yang indah. Kau pun pasti akan takjub melihatnya, ia berada di ujung desa, disana. Sepasang kakek-nenek pemilik tanah itu masih mempertahankan tanahnya sebagai kebun."
Pembicaraan kami pun terhenti ketika kami sampai di teras mesjid, aku dan paman menunaikan shalat subuh disana.

***

"Paman, aku penasaran dengan kebun yang tadi paman ceritakan, bolehkah aku pergi ke sana?"
"Pergilah, tapi paman tak bisa menemanimu karena harus mengantar bibimu ke pasar."
"Tak masalah paman, kurasa aku masih ingat jalan-jalan di desa ini."
Kulangkahkan kaki ke tempat yang paman ceritakan tadi, ternyata cukup jauh juga jaraknya. Mentari mulai mengintip dari balik awan ketika aku sampai. Subhanallah.. Sungguh elok yang kulihat, sepanjang mata memandang tampak kebun mawar yang begitu indah, berwarna warni. Mataku terpaku pada setangkai mawar merah yang begitu semerbak, hingga kutergoda untuk memetik dan membawanya pulang, namun tiba-tiba seseorang muncul dari belakang...
"Hati-hati mawar itu......"
Belum selesai suara itu, tanganku merasakan perih seperti tertusuk duri, dan suara itu menampakkan wujudnya.
"Kubilang hati-hati, mawar ini durinya sangat tajam. Kemarikan tanganmu biar ku obati."
Gadis itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, dia membersihkan darah ditanganku dan menutupnya dengan plester.
"Terima kasih.. Maaf, kalau boleh tahu kamu siapa?" tanyaku.
"Namaku Mawar, kebun ini milik kakek dan nenekku. Aku disini membantu mereka mengurus kebun ini. Mawar yang tadi kamu petik itu memang yang paling indah disini, tapi kamu harus berhati-hati terhadapnya, durinya sanghat tajam."
"Aku Raka. Disini aku tinggal bersama pamanku, diujung sana."
"Ada perlu apa kamu kesini Mau beli mawar? Kami tidak menjualnya, siapapun boleh memetik mawar disini, tapi dengan seijin kami."
"Tidak, aku hanya main-main saja. Kebetulan aku sedang berlibur, ingin jalan-jalan mencari pemandangan yang segar. Pamanku menunjukkanku tempat ini, dan memang indah."
Gadis itu mengeluarkan gunting, dan memotong ranting-ranting mawar yang kering. Dalam kesibukannya aku bertanya,
"Kakek dan nenekmu suka sekali bunga mawar ya? Kebun seluas ini, isinya bunga mawar semua."
"Begitulah, mereka sangat sekali mawar, bahkan hingga mereka memberi namaku Mawar."
"Nama itu memang pantas untukmu, cantik. Tapi kenapa kalian sangat suka dengan bunga mawar?"
"Mawar itu bunga yang unik, dibalik keharuman dan kecantikannya menyimpan kepedihan. Pernahkah kamu berikir jika tangkai-tangkai mawar itu tak berduri? Keindahannya menjadi tidak berharga lagi, karena semua orang akan dengan seenaknya memetik bunga mawar itu, tanpa perlu khawatir tertusuk duri."
"Ya... seperti yang kualami tadi, perkenalan yang menyakitkan dengan setangkai mawar."
"Ini, bawalah pulang. Simpanlah dirumahmu, simpan didalam vas bunga yang berisi air agar bunganya tak cepat layu. Jika bunga ini telah layu, kau boleh kembali kesini, biar nanti kupetikan lagi." ucapnya seraya memberiku sekuntum mawar putih yang indah.

***

Aku kembali kerumah ketika mentari mulai menghangat. Sebuah pertemuan yang tak diduga, gadis itu punya paras yang cantik secantik kelopak mawar yang ia beri, dan dia punya sorot mata yang tajam setajam duri mawar. Tak tahu kenapa setelah pertemuan itu aku ingat tatapan matanya.
Keesokan hari, selepas shalat subuh di mesjid yang sama aku kembali ke kebun itu. Seperti kemasin, kedatanganku disapa sang mentari yang mengintip dari ufuk timur. Kuberdiri di tengh kebun, meluaskan pandanganku mencari sesosok gadis dengan matanya yang indah.
"Kamu nyari apa?" tiba-tiba suara itu kembali mengejutkanku.
"Aku tak mencari apa-apa, aku hanya sedang mencari seorang gadis cantik secantik mawar yang merawat kebun ini. Kamu." bibirnya tersenyum ketika aku menoleh kearahnya, pipinya merah merona tersamar bias oleh cahaya sang mentari.
"Kamu ini, baru kemarin kenal udah berani gombalin aku." ujarnya sambil tertawa kecil.
Kami berjalan berkeliling kebun sambil berbincang-bincang. Dari pembicaraan kami, aku menjadi tahu kalau orang tua Mawar tidak tinggal di desa ini, mereka merantau ke kota dan Mawar tinggal bersama dengan kakek dan neneknya semenjak kecil. Dan yang kutahu juga, kecintaannya terhadap bunga mawar sangatlah besar, ia sangat telaten dalam mengurus kebun ini.
"Kamu tahu Raka, setiap warna kelopak bunga mawar mempunyai arti tersendiri. Mawar putih misalnya, melambangkan cinta sejati, kemurnian, kesungguhan, kesucian, kelembutan serta kerendahan hati."
"Kalau mawar merah? Kulihat disini didominasi oleh bunga mawar merah."
"Mawar merah adalah favoritku, ia melambangkan cinta, kecantikan, keberanian, penghormatan, keromantisan. Biasanya mawar merah digunakan untuk mengungkapkan cinta."
Ia begitu hafal seluk beluk bunga mawar, sepanjang hari ia terus bercerita tentang mawar. Saking banyaknya ia bercerita, nyaris tak ada yang kuingat satupun apa yang diceritakannya.
***

Hari berganti hari, aku dan Mawar semakin dekat. Entah kenapa aku merasa nyaman didekatnya, senyumnya yang manis dan sorot matanya yang tajam membuatku terpesona.
Tak terasa dua bulan sudah aku disini, esok aku harus kembali ke kota untuk melangsungkan wisuda sarjanaku. Seperti hari-hari sebelumya, selepas shalat subuh aku pergi ke kebun menemui Mawar. Sebelum aku menemuinya, kusempatkan untuk memetik beberapa tangkai bunga mawar merah. Ya, hari ini aku akan menyatakan perasaanku kepadanya.
Kulihat Mawar duduk d teras rumahnya, sembari memotong daun-daun mawar yang kering. Ia melambaikan tangan kearahku seolah memanggilku kesana. Sekuntum mawar merah yang tadi kupetik, kusembunyikan di balik punggungku. Sambil berlutut didepannya, kuberikan mawar itu seraya berkata,
"Mawar, kuberikan sekuntum mawar merah ini untukmu. Aku mencintaimu." Pipinya merah merona, matanya berkaca-kaca, bibirnya menyimpan senyum yang tertahan.
"Mawar, esok aku harus pergi ke kota, mungkin sekitar seminggu. Setelah itu aku akan kembali lagi kesini, untuk melamarmu." ia memeluk erat mawar yang kuberi, ia tersenyum.
Dari dalam rumah terdengar suara kakenya memanggil, "Mawar, ada telepon untukmu. Dari ibumu.".
"Ia kek, tunggu sebentar." jawab Mawar kepada kakeknya.
"Raka, aku masuk dulu. Sebaiknya kamu pulang, berkemas untuk keberangkatanmu besok. Jaga dirimu baik-baik." Mawar pun pergi dengan melempar senyumnya  yang manis.
***
Seminggu telah berlalu, aku kembali ke desa untuk memenuhi janjiku. Setelah menyimpan tas, aku pamit kepada paman untuk menemui Mawar. Sungguh perasaanku sangat bahagia, hari ini aku akan melamar Mawar. Kupercepat langkahku.

Langkahku tiba-tiba terhenti, mataku terperanga seolah tak percaya dengan apa yang kulihat. Kebun mawar yang sepekan kemarin begitu indah dengan bunga-bunganya yang bersemi, kini berubah tandus. Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan kebun ini?
"Kebun ini diserang hama, dan sudah seminggu tak ada yang mengurusnya. Keluarga pemilik kebun ini pergi sejak seminggu yang lalu. Dan gadis itu meninggalkan ini untukmu." ucap seorang lelaki setengah baya yang aku sendiri tak tahu itu siapa. Ia memberiku sepucuk surat dan sekantung plastik yang entah apa isinya.
"Terima kasih." kuambil surat dan kantung itu, lelaki itu pun pergi.
Kududuk di pematang kebun yang kini sudah tandus, kubuka surat yang tadi lelaki itu berikan kepadaku...

---
Dear Raka,

Pertemuan ini begitu indah, seindah bunga mawar yang mekar di pagi hari. Namun sayang, sekalipun kita sadari kita tak akan pernah tahu kapan duri itu akan membuat kita terluka. Kau tahu Raka, aku begitu senang ketika mawar-mawar itu bersemi. Aku tak pernah melihat kebunku seindah itu sebelum kau datang.  Dan sesungguhnya aku sangat senang berada dsana bersamamu. Sayangnya aku tak bisa, aku harus meninggalkan mawar-mawar yang sedang bersemi itu, dan membiarkannya mengering seiring berjalannya waktu.

Raka, maafkan aku. Aku tak bisa membalas mawar merah yang kau beri, kau masih ingat saat ibuku meneleponku sebelum kau pergi ke kota? Saat itu tanganku berdarah tertusuk duri saat menggenggam erat mawar merah yang kau beri, perih. Tapi aku tak bisa melepaskan genggamanku darinya, meskipun itu semakin membuatkku terluka. Raka, maafkan aku. Aku harus menikah dengan lelaki yang ibu pilihkan untukku.

Aku tak bisa memberimu sekuntum mawar merah, karena aku tak mau kau merasakan perih seperti yang kurasakan. Tapi aku titipkan bibit mawar ini untukmu, rawatlah, peliharalah dengan baik. Kelak ketika mawar itu berbunga, kau bisa memberikannya kepada wanita yang lebih baik dariku. Selama kau merawatnya, menjaganya, selama itu pula aku ada untukmu. Kita rawat mawar kita di kebun masing-masing, dari bibit yang sama. Cinta.

Raka, aku mencintaimu.

Salam rindu, Mawar.
---