Gadget : Membuat yang Jauh Terasa Dekat, Membuat yang Dekat Terabaikan
Gadget |
Selamat malam... Gue harap posting ini ga mengganggu pikiran kalian, ga mengganggu waktu kalian. Kalian bisa baca posting ini disaat kalian santai, mungkin juga bisa dijadikan sebuah renungan.
Gadget. piranti canggih yang relatif berteknologi tinggi sekarang ini bertebaran di mana-mana, dari kualitas nomor satu sampai yang ecek-ecek. Dari kalangan bawah, menengah hingga kalangan atas tak luput dari benda yang disebut gadget.
Di satu sisi gadget memberikan banyak manfaat, salah satunya yang akan gue bahas adalah "membuat yang jauh terasa dekat".
Belakangan ini muncul iklan dari sebuah vendor jejaring sosial yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo (Cinta) dan Nicolas Saputra (Rangga), dimana kita tahu mereka berdua terlibat dalam film fenomenal AADC (Ada Apa Dengan Cinta). Dalam iklan itu diperkenalkan fitur baru dalam jejaring sosial tersebut, dalam fitur tersebut memungkinkan penggunanya dapat menemukan teman lama mereka dengan fasilitas pencarian berdasarkan sekolah tempat mereka belajar dulu. Dengan adanya fasilitas tersebut kita bisa mencari teman-teman lama, berteman (di sosmed) kemudian bernostalgia sampai dengan mengadakan reuni. Dengan komunikasi lewat sosmed, teman yang berada jauh disana pun menjadi terasa sangat dekat.
Di sisi lain, gadget juga memberikan banyak kerugian atau efek negatif, salah satu yang akan gue bahas adalah "membuat yang dekat terabaikan".
Ini pengalaman gue sendiri, sewaktu gue masih kos. Malam hari gue sama anak-anak kos lainnya biasanya ngumpul di salah satu kamar. Awalnya, HP gue masih HP jadul yang cuma bisa dipake telfon & sms, begitupun dengan 2 temen gue yang lainnya. Perkumpulan menjadi terasa hangat sehangat kopi yang yang kami seduh malam itu. Kami saling bercengkerama, bercerita tentang kehidupan kami masing-masing, tawa dan canda kami menambah hangat suasana.
Namun keadaan berubah ketika satu persatu dari kami membeli gadget berflatform android dengan fasilitas sosial media lengkap. "Ritual" kami berkumpul malam masih dijalani, tetapi ada yang beda saat itu. Kami sibuk dengan gadget masing-masing, sehingga kami menyebut diri kami (ketika sibuk sendiri dengan gadget) dengan sebutan "autis". Kesal memang ketika gue nanya temen gue, eh ga dijawab dan malah senyum-senyum sendiri. Semenjak gue hijrah dari kosan, gue ga tau temen-temen gue disana masih pada autis atau ngga.
Di lain tempat, gue sama temen-temen se-geng di kampus punya aturan main. Kalau kami sedang kumpul, semua gadget dikumpulkan di meja, ditumpuk dann ga boleh diambil sampe pada bubar. Bukan apa-apa, kadang-kadang salah satu temen gue Kanjeng Roro suka emosi sendiri saat dia dicuekin pas ngomong, alesannya satu : main gadget.
Mungkin kalian juga pernah mengalami hal yang sama, lagi ngedate sama pacar malah dicuekin gara-gara si doi asyik sama gadgetnya. Tak jarang hal-hal seperti itu memicu terjadinya pertengkaran yang berbuntut panjang. Maka dari itu, pesan dari posting ini adalah pergunakan gadget secara tepat, tepat waktu, tepat situasi, tepat kondisi. Jangan sampai kemajuan tekknologi justru menjadi bumerang untuk generasi muda bangsa ini. Buatlah kesepakatan dengan komunitas/pasangan kalian masalah penggunaan gadget, ada waktu dimana kalian dapat berkumpul tanpa adanya gangguan dari orang lain. MU
0 comments:
Post a Comment